Tidak ada yang tahu pasti siapa yang pertama kali menciptakan tari topeng kelana. Yang pasti, tari ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Singasari. Hal tersebut salah satunya dibuktikan oleh adanya catatan dalam Kitab Negara Kertagama yang menggambarkan Raja Hayam Wuruk sedang menari dengan menggunakan topeng yang terbuat dari emas. Dahulu tari topeng kelana diyakini sebagai tari yang hanya dipentaskan di dalam lingkungan kerajaan. Tari ini dibawakan oleh raja dan hanya dipertontonkan kepada perempuan dalam lingkungan kerajaan, seperti para istri raja, mertua, hingga ipar perempuan raja. Karenanya, dahulu tari topeng kelana dinilai lebih bersifat spiritual daripada sebagai hiburan. Secara umum, tari topeng kelana terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian baksarai dan ngedok. Baksarai merupakan pementasan tari ketika belum mengenakan topeng, sedangkan ngedok merupakan bagian saat para penari sudah mengenakan topeng. Tari topeng kelana biasanya dipentaskan oleh laki-laki, tapi pakem tersebut telah berubah. Sejalan dengan perkembangannya, kini perempuan juga banyak yang mementaskan tarian topeng kelana. Tari topeng kelana biasa dipentaskan oleh 4-6 orang penari. Gerakan dalam tari ini cenderung energik dan bersemangat, tapi tetap memerlukan keluwesan untuk bisa mementaskannya. Dilihat dari gerakan dan topeng yang dikenakan, tari ini merupakan penggambaran seseorang yang berperilaku buruk, serakah, arogan layaknya tokoh Rahwana dalam pewayangan. Banyak yang percaya bahwa tari topeng kelana merupakan tari yang sudah ada di kalangan istana raja-raja di Pulau Jawa sebelum kemudian berkembang di daerah Cirebon. Di kalangan masyarakat Cirebon, tari topeng kelana merupakan tari yang boleh dipentaskan oleh siapa saja. Fungsi tari ini menjadi sarana hiburan. Dengan iringan musik gojing yang meriah dan bersemangat, tari topeng kelana menjadi pementasan yang ciamik untuk ditonton.
Tari Topeng Klana ini merupakan rangkaian gerakan tari yang menceritakan sang Prabu Minakjingga (Klana) yang tergila-gila pada kecantikan dari sang Ratu Kencana Wungu, sampai kemudian berusaha mendapatkan pujaan hatinya. Akan tetapi upaya pengejarannya tidak mendapat hasil. Kemarahan yang tidak bisa lagi disembunyikannya kemudian membeberkan segala tabiat buruknya.Pada dasarnya, bentuk serta warna topeng akan mewakili karakter atau watak dari tokoh yang dimainkan. Klana, dengan topeng dan busana yang didominasi oleh warna merah mewakili karakter yang tempramental. Pada tarian ini, Klana yang merupakan orang yang serakah, penuh amarah, serta tidak dapat menjaga hawa nafsu yang divisualisasikan ke dalam gerakan langkah kaki yang panjang-panjang dan juga menghentak. Sepasang tangannya juga terbuka dan jari-jari yang selalu mengepal.Sebagian dari gerak tarinya menggambarkan seseorang yang gagah, marah, mabuk, atau tertawa terbahak-bahak. Tarian ini dapat dipadukan dengan irama Gonjing yang kemudian dilanjutkan dengan Sarung Ilang. Pola pengadegan tarinya sama dengan topeng lainnya yang terdiri atas bagian baksarai (tari yang belum memakai kedok) serta bagian ngedok (tari yang memakai topeng).
0 Komentar